Selasa, 21 Juli 2009

PROBLEMATIKA UMAT ISLAM

BY : UKKI UNSOED TEAM

A. MUKADIMAH
Vatiahotis, wartawan far Eastern Economic Review pernah berkata, “Saya sering lupa bahwa saya berada di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.” Mengapa? Pertanyaan wartawan tersebut menggelitik bagi kita, mengapa? Karena sebenarnya inti dari jawabannya adalah belum tersosialisasikannya nilai-nilai Islam di masyarakat kita yang mayoritas masyarakatnya adalah Muslim.
Masih jelasnya perbedaan ditengah umat kita dalam memilah-milah perbuatan ini ibadah atau tidak dan sering pula kita mendalami suatu ilmu, ini ilmu agama dan ini tidak. Inilah sebenarnya dibalik kemunduran umat islam. Pemahaman yang tidak utuh, masih seringnya kita beramai-ramai memperbincangkan masalah yang furu’I, masalah yang kecil-kecil, ini mazab saya dan ini tidak, ini Islam tradisional dan ini Islam moderat. Akan tetapi yang lebih penting, bagaimana kita menyelami nilai-nilai Islam dalam semua sisi kehidupan. Dan ini perlu penggalian konsep-konsep keislaman yang lebih banyak lagi, bagaimana ekonomi islam, manajemen islam, politik islam, pendidikan islam dan sebagainya. Dan ini hanya bisa kalau kita mau memperluas wawasan kita dan menunut ilmu dengan lebih tekun lagi, belajar, belajar, dan belajar. Dan inilah saatnya zaman kebangkitan Islam. Insya Allah.

Tak akan mengenal Islam seseorang, jika ia tidak mengenal jahiliah.

Sebuah ungkapan yang mungkin akrab di telinga kita. Namun yang menjadi masalah adalah kita belum memahami secara mendalam arti dari kejahiliahan itu sendiri. Banyak orang yang beranggapan bahwa jahiliyah hanya dating sebelum Islam di Jazirah Arab. Sehingga jahiliah ditentukan dengan sebuah kondisi masyarakat yang pernah ada sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi rasul. Hal inilah yang menyebabkan banyak orang keberatan jika kondisi sekarang disebut jahiliah modern, padahal jika diamati kondisi sekarang tak ubahnya seperi kondisi yang terjadi di masa jahiliyah di zaman sebelum Rasulullah diturunkan.
Pada zaman ketika Islam belum turun (di Jazirah Arab) kita bisa melihat realitas kehidupan yang pekat dengan warna jahiliah. Kejahiliahan yang terjadi pada masa pra Islam (di Jazirah Arab0 merupakan kejahiliahan yang disebabkan oleh kebodohan, yaitu belum mengenal hakikat Tuhan, mereka mencari Tuhan dengan mewujudkan Tuhan dalam bentuk berhala atau apa saja, pada masa itu idak ada tata social sehingga kerusakan timbul di mana-mana. Pembunuhan, perzinaan, dan mabuk-mabukkan bukanlah hal aneh di zaman itu, fanatisme tokoh dan kabilah (suku/ras) yang akhirnya berakhir pada peperangan menjadi kemestian. Kerusakan moral yang terjadi saat itu terjadi secara vulgar tanpa kemasan apa pun.
Berbeda di zaman sekarang, yang manusia saat ini bangga dengan peradaban dan beradab. Kebrobokan moral dan kebodohan terbungkus oleh kemasan kebohongan yang indah. Sekarang kita lihat kecanggihan teknologi semakin menjauhkan pada hakikat penciptaan dari Allah Swt., atas nama seni para wanita bertelanjang ria, atas nama ketertiban masyarakat, pelacuran diteribkan lewat pembangunan lokalisasi, dan demi pemasukan negara (pajak), minuman keras menjadi legal dan halal bagi mereka yang berkantung tebal dan lemah iman. Peperangan sengaja diletuskan agar persenjataan laku, nasionalitas yang sempit mnjadikan negara satu dengan yang lain saling berperang.
Begitulah fenomena kejahiliahan yang terjdi pada masa pra-Islam yang ternyata juga terjadi di masa kini, di mana manusia (baca kita) mengaku sebagai bangsa yang beradab.

B. KEJAYAAN ISLAM
Sejak diutusnya Nabi Muhammad sebagai rasul, Nabi Muhammad menanamkan, menata dan memperbaiki umat saat iu dengan ajaran Islam, hingg kerusakan Akidah dan moral umat saat itu berubah pada kemulaan, dakwah Rasulullah tersebut diteruskan oleh para sahabat (Khulafaurasyidin). Mulai pada masa Khalifah Umar bin Khatab, Islam telah berkembang sampai ke Persia, Syam dan Maroko. Masyarakat muslim saat iu benarbenar merasakan keadilan Islam saat itu. Dan Islam semakin berkembang setelah itu yaitu dibawah naungan bani Umayah dan bani Abasiah yang kemudian diteruskan oleh Khilafah Turki Utsmani. Di bawah naungan bani Umayah dan bani Abasiah Islam mencapai puncak kejayaan, wilayah Islam yang terbentang dari Arab, Persia, Romawi, Eropa, dan daratan Asia di bawah naungan Islam selama empat abad. Islam saat itu benar-benar tergambr di seluruh aspek kehidupan. Hukum Islam tegak, kehidupan masyarakat tertata rapi, bangunan mesjid berdiri megah, pusat-pusat kesehatan bertebaran di mana-mana, pusat-pusat keilmuan berdiri di setiap sudut kota. Hajad hidup rakyat berupa pendidikan dan kesehatan diperoleh secara gratis, biaya ditanggung oleh khalifah Islam saat itu.
Pada sat yang sama Eropa sedang tertidur lelap oleh doktrin-doktrin gereja. Apalagi saat itu muncul fatwa gereja (700 M) yang meramalkan akan terjadi kiamat pada tahun 1000 M. Akibatnya fatal, Eropa menjadi benua yang mati. Perkembangan peradaban Islam masa itu mulai masuk ke Eropa dan mulai membuka mata orang Eropa (baca Kristen). Masa bangkitnya orang Eropa saat itu sering disebut dengan masa Renaisance. Kebangkitan dilandasi pada dua hal yaitu: Keinginan mengembalikan kejayaan Yunani (paganisme) dan Romawi (filsafati). Rasa dendam terhadap pemimpin gereja yang dianggap telah membohongi dan dendam terhadap umat Islam yang telah menghancurkan peradaban Yunani dan Romawi.
Dengan latar belakang di atas, akhirnya eropa mendapat kejayaan kembali dengan meninggalkan gereja (berketuhanan) dan memusuhi umat Islam yang telah mengajari mereka (baca Eropa) tentang peradaban, sehingga memunculkan perang yang berkepanjangan sampai sekarang.


C. KERUNTUHAN ISLAM
Dari uraian di atas kejayaan umat Islam di atas kita ketahui berama bahwa Islam tegak dan jaya hingga mampu menebar rahmat di seluruh alam semesta ini dengan menjalankan Al-Qur’an dan Sunah Rasul, hingga peradaban tegak di atas Akidah yang kukuh dihiasi indahnya akhlak umatnya. Sudah menjadi fitrah manusia yang selalu terlena, oleh nikmat dunia dengan harta dan kekuasaan, dibalik kejayaan Islam saat itu ternyata umat Islam terlena hingga lambat laun jauh dari Al-Qur’an, mereka saat itu tenggelam oleh kemewahan harta dan perebutan kekuasaan.
Perang Salib yang terjadi sampai tujuh kali yang berlangsung selama hampir satu abad selalu dimenangkan oleh umat Islam, karena pada saat itu umat Islam masih berpegang pada Al-Qur’an sekalipun saat itu kekuatan Nasrani dan Yahudi bersatu utuk memadamkan cahaya Islam. Puncak kekalahan umat Islam adalah terjadinya peristiwa bersejarah pada tanggal 3 Maret 1924, Khalifah Turki Uutmani telah dihapuskan oleh umat Islam sendiri (Musthofa Kemal Pasha). Turki saat itu sebagai symbol kekuatan Islam, runtuh digantikan dengan system Barat yang dianggap lebih modern dan maju yaitu dengan merunuhkan pelaksanaan ajaran Islam. Saat ini di Turki sekolah Islam ditutup, simbol-simbol Islam (jilbab, bahasa Arab, mesjid, dll) dihapus. Dengan cara inilah umat Islam akhirnya terkalahkan, terbukti saat ini umat Islam telah jauh dari ajaran Islam sehingga mereka kehilangan identitasnya sebagai Muslim. Islam hanyalah sekedar symbol, Islam identik dengan kebodohan, kemiskinan, dan terpecah-belahnya negeri Islam.
Dari fenomena yang terjadi, penyebab runtuhnya bangunan umat Islam ternyata tidak hanya karena serangan dari kaum kafir saja akan tetapi juga karena semakin lemahnya umat Islam dalam berinteraksi dengan ajaran Islam yang dianutnya, berikut yang menyebabkan lemahnya umat Islam saat ini:
1.Kondisi umat Islam dewasa ini memprihatinkan. Sebagian umat Islam telah jauh dari nilai-nilai Al-Qur’an dan sunah sehingga kehilangan identitasnya sebagai seorang Muslim. Mereka tidak lagi merasa bangga terhadap keislamannya, namun justru merasa aneh ketika melihat saudaranya yang taat menjalankan perintah agamanya dan memiliki komitmen terhadap keislamannya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi sebagian dari mereka (umat Islam) tidak memahami Islam itu sendiri, yang mempunyai sifat menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupan. Islam hanya dipandang sebagai ritual ibadah, identik dengan masjid, pengajian, dan sebagainya, yang semuanya identik dengan kelemahan, kebodohan, dan kemiskinan. Akibatnya umat Islam benar-benar terjebak dalam kondisi kerusakan.
Diantara hal-hal yang menjadi penyebab kerusakan umat adalah:
a.Umat Islam zholim dari Al-Qur’an dan sunah.
Sebagian besar umat Islam saat ini tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai petunjuk hidupnya. Al-Qur’an tidak dibaca dan tidak dijaikan rujukan dalam kehidupan sehari-hari. Akibatnya berbagai kerusakan dan kemunduran terjadi dalam tubuh umat tanpa bisa dibendung. Sat ini sangat sedikit di antara umat Islam yang membaca Al-Qur’an dan konsisten membacanya. Diantara yang membacanya, sangat sedikit pula yang mengamalkannya. Kebanyakan umat jahil dari Al-Qur’an, bahkan berpaling kepada berbagai ideology yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.



b.Umat Islam terkena penyakit wahn.
Yaitu cinta dunia dan takut akan maut (kematian), ini dapat dilihat dari umat yang mempunyai pola pikir materialistis, praktis dan hedonis jauh dari orientasi akhirat (Q.S. 9:38-41 dan Q.S. 4:77-78)
c.Tidak ada ukhuwah kecuali sedikit.
Kepedulian tehadap sesama umat Islam sangat kecil. Umat di satu negeri hampir-hampir tidak mempedulikan keadaan saudaranya di negeri lain. Umat terkena pula penyakit ananiyah (egois). Baginya, keselamatan diri dan keluarga yang penting, orang lain belakangan. Padahal Rasulullah bersabda : “ Tidak beriman salah seorang kamu hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Akibatnya, umat sangat lemah. Musuh-musuh Islam dengan mudah menjajah dan menindas umat Islam, karena umat Islam di berbagai negeri hampir tidak saling peduli atau menolong bila sebagian ditimpa kesulitan.
2. Pihak di luar Islam (kafir) yang tidak menghendaki Islam
yaitu adanya invasi pemikiran. Kekalahan beruntun pasukan kaum kafir dalam perang salib memberikan pelajaran kepada mereka untuk mencari strategi lain yang lebih jitu untuk memerangi kaum muslimin. Karena itu, kaum kafir saat ini menyerang kaum muslimin dari sisi aqidah dan akhlak. Setelah rusak aqidah dan akhlaknya, mudahlah bagi kaum kafir untuk mengendalikan kaum muslimin. Target akhir dari invasi pemikiran adalah agar kaum muslimin memberikan loyalitasnya kepada kaum kafir.

Untuk mengubah wajah umat Islam yang suram diperlukan dakwah islamiyah untuk menyingkirkan penyakit dalam tubuh umat Islam. Hingga umat Islam menyadari tugas dan fungsinya yang harus dijalankan di muka bumi ini. Dakwah Islamiyah dengan membina kembali umat Islam (tarbiyah islamiyah) umat Islam memahami Islam secara integral (menyeluruh), tidak sekedar symbol tanpa makna. Solusi permaslahn tersebut harus dimulai dengan memperbaiki diri sendiri dan beberapa hal yang harus diupayakan adalah:
1.Kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah sebagai pedoman hidup dengan membaca, mentadabburi, dan mengamalkannya.
2.Membersihkan diri dari penyakit wahn dengan menanamkan niat yang kuat untuk berjuang di jalan Allah.
3.memeperkuat ukhuwah Islamiyah mulai dari lingkungan yang kecil.
4.Mempelajari konsep-konsep Islam agar terhindar dari invasi pemikiran.

Maraji’ :
- Meniti Jalan Ilahi, Buku Panduan Asistensi Agama Islam UNS
- Panduan Pembinaan Generasi Muda Muslim
LP2I Bandung

ma'rifatul islam

Ma’rifatul Islam

Ditulis dalam Aqidah pada 8:07 am oleh Materi Tarbiyah

Ad-dien menurut Al-Qur’an

• Dienullah, DienuI Islam [48:28, 61:9] Dienullah dibawa oleh semua Rosul dan nabi untuk keselamatan manusia. Disebut juga dengan dienul haq (dienus samaawi).
• Dienul ghoiru dienullah, bukan dari Allah. Jumlahnya lebih dari satu (QS. 48;28) hasil rekayasa pikiran manusia, biasa disebut agama budaya (dienul ardli)

Ciri-ciri dienullah/dienus-Samaawi

• Bukan tumbuh dari masyarakat, tapi diturunkan untuk masyarakat. Disampaikan oleh manusia pilihan Allah (utusan-Nya), utusan itu hanya menyampaikan bukan menciptakan.
• Memiliki kitab suci yang bersih dari campur tangan manusia.
• Konsep tentang Tuhannya adalah Tauhid.
• Pokok-pokok ajarannya tidak pernah berubah dengan perubahan masyarakat penganutnya.
• Kebenarannya universal dan sesuai dengan fitrah manusia

Ciri-ciri dienul ardli :

• Tumbuh dalam masyarakat.
• Tidak disampaikan oleh Rosul Allah.
• Umumnya tidak memilki kitab suci, walaupun ada sudah mengalami perubahan-perubahan dalam perjalanan sejarah.
• Konsep Tuhannya dinamisme, animisme, politheisme, dll.
• Ajarannya dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan masyarakat penganutnya .
• Kebenaran ajarannya tidak universal, yaitu tidak berlaku bagi segenap manusia, masa dan keadaan.

Pengertian Islam secara Ethimologi/ Bahasa :

• Tunduk patuh, berserah diri (al-istislaam) [3:83].
• Damai (as-silm) .
• Bersih (as-saliim)
• Aturan Illahi yang diberikan kepada manusia yang berakal sehat untuk kebahagiaan hidup mereka di dunia dan akhirat.
• Ajaran lslam :

- Sesuai fitrah manusia QS. 30;10 Kepentingan seluruh manusia QS 34;28
- Rahmat seluruh alam QS 21;107
- Untuk meningkatkan kualitas hidup manusia QS. 2;179
- Sangat sempurna QS. 5:3

amal jamai

AMAL JAMA’I: SEBUAH PENGANTAR

OLEH : aang fahruroji


Beberapa pertanyaan yang sering muncul dalam kajian tentang amal jama’i diantaranya :
1.apakah setiap program harus dilaksanakan oleh seluruh anggota?
2.apa beda antara amal jama’i dengan kerjasama anggota?
3.mungkinkah amal jama’i dilakukan hanya oleh seorang?
4.bagaimana kewajiban pemimpin dan anggota?
5.bagaimana cara mengambil keputusan yang baik dan efektif bagi sebuah organisasi?

syaikh Musthofa Masyhur memberikan ta’rif amal jama’i sebagai berikut :
“gerakan bersama untuk mencapai tujuan organisasi berdasarkan keputusan yang telah ditetapkan”.

Beberapa tafsir dari ta’rif diatas adalah :
1.amal jamai merupakan gerakan bersama, dimana setiap anggota menjalankan fungsi strukturalnya dengan orientasi pencapaian tujuan.
2.bahwa amal yang dilakukan oleh seluruh anggota adalah dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
3.bahwa amal yang dilakukan harus berdasar keputusan yang telah ditetapkan sesuai mekanisme yang berlaku.

Ta’rif diatas juga mensyaratkan bahwa amal jama’i hanya bisa dilakukan oleh organisasi/jama’ah yang mempunyai:
1.tujuan (ghoyyah) /visi misi yang jelas
2.manhaj/metodologi gerakan yang kokoh
3.unsur kepemimpinan (qiyadah) yang berwibawa
4.keta’atan anggota terhadap pimpinan
5.pola pengorganisasian (tandhim) yang rapi

Qiyadah dalam sebuah jama’ah merupakan unsur vital yang akan membawa jalannya organisasi. fungsi strategis qiyadah diantaranya: fungsi koordinatif (mengatur), fungsi imperatif (memaksa), vonis keputusan (terutama dalam situasi darurat). Qiyadah dipilih untuk dita’ati.

Syuro merupakan salah satu instrumen pengambil keputusan yang paling substansial dalam sebuah organisasi. jika mekanisme pengambilan keputusan selalu berjalan dengan baik, maka organisasi tersebut akan mempunyai soliditas dan resistensi yang tinggi terhdap goncangan yang biasanya mengakhiri riwayat banyak organisasi. asas penentuan sikap dan pengambilan keputusan adalah asumsi mahlahat yang terdapat dalam perkara itu. Karena sifatnya asumsi, maka sudah pasti relatif, karenanya sangatlah mudah mengalami perubahan-perubahan. Sehingga sebuah keputusan syuro selalu mengandung resiko. Sepanjang yang dilakukan syuro adalah mendefinisikan mashlahat ammah atau mudharat asumtif, maka selalu ada resiko kesalahan. Atau setidak-tidaknya “tempo kebenarannya” sangat pendek. Fungsi syuro ini dapat terlaksana bila memenuhi syarat :
1.tersedianya sumber-sumber informasi yang cukup untuk menjamin bahwa keputusan yang kita ambil dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2.tingkat kedalaman ilmu pengetahuan yang memadai harus dimiliki setiap peserta syuro.
3.adanya tradisi ilmiah dalam perbedaan pendapat yang menjamin keragaman pendapat yang terjadi dalam syuro dapat terkelola dengan baik.

Syuro punya fungsi psikologis dan fungsi instrumental. Fungsi psikologis terlaksana dengan menjamin adanya kemerdekaan dan kebebasan yang penuh bagi peserta syuro untuk mengekspresikan pikiran-pikirannya secara wajar dan apa adanya. Tapi, tenyu saja setiap orang punya cara yang berbeda-beda dalam mengekspresikan dirinya. Jika ruang ekspresi tidak terwadahi dengan baik, maka akan terjadi konflik yang kontraproduktif dalam syuro.

Ma’rifatullah (Bagian 1)

 
Aqidah
21/3/2008 | 13 Rabiul Awwal 1429 H | Hits: 5,049
Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com – Mungkin ada di kalangan kaum muslimin yang bertanya kenapa pada saat ini kita masih perlu berbicara tentang Allah padahal kita sudah sering mendengar dan menyebut namaNya, dan kita tahu bahwa Allah itu Tuhan kita. Tidakkah itu sudah cukup untuk kita?

Tidak. Jangan sekali-kali kita merasa cukup dengan pemahaman dan pengenalan kita terhadap Allah. Karena, semakin memahami dan mengenaliNya kita merasa semakin dekat denganNya. Selain itu, dengan pengenalan yang lebih dalam lagi, kita bisa terhindar dari pemahaman-pemahaman yang keliru tentang Allah dan kita terhindar dari sikap-sikap yang salah terhadap Allah.

Ketika kita membicarakan makrifatullah, maknanya kita berbicara tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa. Kata Ilah mengandung arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Makna seperti ini ada di dalam surat An-Naas (114): 1-3.

Dengan demikian jelaslah bahwa usaha kita untuk lebih jauh memahami dan mengenal Allah adalah bagian terpenting di dalam hidup ini. Lantas, bagaimana metoda yang harus kita tempuh untuk bisa mengenal Allah? Apa saja halangan yang senantiasa menghantui manusia dari mengenalNya? Benarkan kalimat yang mengatakan, “Kenalilah dirimu niscaya engkau akan mengenali Tuhanmu.” Dari pengenalan diri sendiri, maka ia akan membawa kepada pengenalan (makrifah) yang menciptakan diri, yaitu Allah. Ini adalah karena pada hakikatnya makrifah kepada Allah adalah sebenar-benar makrifah dan merupakan asas segala kehidupan rohani.

Setelah makrifah kepada Allah, akan membawa kita kepada makrifah kepada Nabi dan Rasul, makrifah kepada alam nyata dan alam ghaib dan makrifah kepada alam akhirat.

Keyakinan terhadap Allah swt. menjadi mantap apabila kita mempunyai dalil-dalil dan bukti yang jelas tentang kewujudan (eksistensi) Allah lantas melahirkan pengesaan dalam mentauhidkan Allah secara mutlak. Pengabdian diri kita hanya semata-mata kepada Allah saja. Ini memberi arti kita menolak dan berusaha menghindarkan diri dari bahaya-bahaya disebabkan oleh syirik kepadaNya.

Kita harus berusaha menempatkan kehidupan kita di bawah bayangan tauhid dengan cara kita memahami ruang perbahasan dalam tauhid dengan benar tanpa penyelewengan sesuai dengan manhaj salafush shalih. Kita juga harus memahami empat bentuk tauhidullah yang menjadi misi ajaran Islam di dalam Al-Qur’an maupun sunnah, yaitu tauhid asma wa sifat, tauhid rububiah, tauhid mulkiyah, dan tauhid uluhiyah. Dengan pemahaman ini kita akan termotivasi untuk melaksanakan sikap-sikap yang menjadi tuntutan utama dari setiap empat tauhid tersebut.

Kehidupan paling tenang adalah kehidupan yang bersandar terus kecintaannya kepada Yang Maha Pengasih. Oleh karena itu kita harus mampu membedakan di antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada selainNya serta menjadikan cinta kepada Allah mengatasi segala-galanya. Apa yang menjadi tuntutan kepada kita ialah kita menyadari pentingnya melandasi seluruh aktivitas hidup dengan kecintaan kepada Allah, Rasul, dan jihad secara minhaji.

Di dalam memahami dan mengenal Allah ini, kita seharusnya memahami bahwa Allah sebagai sumber ilmu dan pengetahuan. Ilmu-ilmu yang Allah berikan itu menerusi dua jalan yang membentuk dua fungsi yaitu sebagai pedoman hidup dan juga sebagai sarana hidup. Kita juga sepatutnya menyadari kepentingan kedua bentuk ilmu Allah dalam pengabdian kepada Allah untuk mencapai tahap takwa yang lebih cemerlang.

Ayat-ayat Allah ada dalam bentuk ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. Kedua jenis ayat-ayat Allah ini terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca dan menelitinya. Namun terdapat berbagai halangan akan muncul di hadapan kita dalam mengenali Allah. Halangan-halangan ini muncul dalam bentuk sifat-sifat pribadi kita yang bersumberdari syahwat –seperti nifaq, takabbur, zhalim, dan dusta– dan sifat-sifat yang bersumber dari syubhat –seperti jahil, ragu-ragu, dan menyimpang. Kesemua sifat-sifat fujur itu akan menghasilkan kekufuran terhadap Allah swt.

Ahammiyah Ma’rifatullah (Urgensi mempelajari Makrifatullah)

Riwayat ada menyatakan bahwa perkara pertama yang mesti dilaksanakan dalam agama adalah mengenal Allah (awwaluddin ma’rifatullah). Bermula dengan mengenal Allah, maka kita akan mengenali diri kita sendiri. Siapakah kita, di manakah kedudukan kita berbanding makhluk-makhluk yang lain? Apakah sama misi hidup kita dengan binatang-binatang yang ada di bumi ini? Apakah tanggung jawab kita dan ke manakah kesudahan hidup kita? Semua persoalan itu akan terjawab secara tepat setelah kita mengenali betul Allah sebagai Rabb dan Ilah, Yang Mencipta, Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan.

Dalil-dalil:

QS. Muhammad (47): 19
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

Ayat ini mengarahkan kepada kita dengan kalimat “ketahuilah olehmu” bahwasanya tidak ada ilah selain Allah dan minta ampunlah untuk dosamu dan untuk mukminin dan mukminat. Apabila Al-Qur’an menggunakan sibghah amar (perintah), maka menjadi wajib menyambut perintah tersebut. Dalam konteks ini, mengetahui atau mengenali Allah (ma’rifatullah) adalah wajib.

QS. Ali Imran (3): 18
Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan melainkan Dia, dan telah mengakui pula para malaikat dan orang-orang yang berilmu sedang Allah berdiri dengan keadilan. Tidak ada tuhan melainkan Dia Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

QS. Al-Hajj (22): 72-73
Dan apabila dibacakan di hadapan mereka ayat-ayat Kami yang terang, niscaya kamu melihat tanda-tanda keingkaran pada muka orang-orang yang kafir itu. Hampir-hampir mereka menyerang orang-orang yang membacakan ayat-ayat Kami di hadapan mereka. Katakanlah, “Apakah akan aku kabarkan kepadamu yang lebih buruk daripada itu, yaitu neraka?” Allah telah mengancamkannya kepada orang-orang yang kafir. Dan neraka itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.

Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.

QS. Az-Zumar (39): 67
Mereka tidak mentaqdirkan Allah dengan ukuran yang sebenarnya sedangkan keseluruhan bumi berada di dalam genggamanNya pada Hari Kiamat dan langit-langit dilipatkan dengan kananNya. Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka sekutukan.

Tema Perbicaraan Makrifatullah – Allah Rabbul Alamin.

Ketika membicarakan ma’rifatullah, artinya kita sedang membicarakan tentang Rabb, Malik, dan Ilah kita. Rabb yang kita pahami dari istilah Al-Qur’an adalah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa. Sedangkan kata Ilah mengandungi arti yang dicintai, yang ditakuti, dan juga sebagai sumber pengharapan. Hal ini termaktub dalam surat An-Naas (114): 1-3. Inilah tema yang dibahas dalam ma’rifatullah. Jika kita menguasai dan menghayati keseluruhan tema ini, bermakna kita telah mampu menghayati makna ketuhanan yang sebenarnya.

Dalil-dalil:

QS. Ar-Ra’du (13): 16
Katakanlah, “Siapakah Rabb segala langit dan bumi?” Katakanlah, “Allah.” Katakanlah, “Adakah kamu mengambil wali selain dariNya yang tiada manfaat kepada dirinya dan tidak pula dapat memberikan mudarat?” Katakanlah, “Apakah sama orang buta dengan orang yang melihat? Apakah sama gelap dan nur (cahaya)?” Bahkan adakah mereka mengadakan bagi Allah sekutu-sekutu yang menjadikan sebagaimana Allah menjadikan, lalu serupa makhluk atas mereka? Katakanlah, “Allah. Allah yang menciptakan tiap tiap sesuatu dan Dia Esa lagi Maha Kuasa.”

QS. Al-An’am (6): 12
Katakanlah, “Bagi siapakah apa-apa yang di langit dan bumi?” Katakanlah, “Bagi Allah.” Dia telah menetapkan ke atas diriNya akan memberikan rahmat. Sesungguhnya Dia akan menghimpun kamu pada Hari Kiamat, yang tidak ada keraguan padanya. Orang-orang yang merugikan diri mereka, maka mereka tidak beriman.”

QS. Al-An’am (6): 19
Katakanlah, “Apakah saksi yang paling besar?” Katakanlah, “Allah lah saksi di antara aku dan kamu. Diwahyukan kepadaku Al-Qur’an ini untuk aku memberikan amaran kepada engkau dan sesiapa yang sampai kepadanya Al-Qur’an. Adakah engkau menyaksikan bahawa bersama Allah ada tuhan-tuhan yang lain?” Katakanlah, “Aku tidak menyaksikan demikian.” Katakanlah, “Hanya Dia-lah Tuhan yang satu dan aku bersih dari apa yang kamu sekutukan.”

QS. An-Naml (27): 59
Katakanlah, “Segala puji-pujian itu adalah hanya untuk Allah dan salam sejahtera ke atas hamba-hambanya yang dipilih. Adakah Allah yang paling baik ataukah apa yang mereka sekutukan?”

QS. An-Nur (24): 35
“Allah memberi cahaya kepada seluruh langit dan bumi.”

QS. Al-Baqarah (2): 255
“Allah. Tidak ada tuhan melainkan Dia. Dia hidup dan berdiri menguasai seluruh isi bumi dan langit.”

Didukung Dengan Dalil Yang Kuat

QS. Al-Qiyamah (75): 14-15
Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri. Meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya.

Makrifatullah yang sahih dan tepat itu mestilah bersandarkan dalil-dalil dan bukti-bukti kuat yang telah siap disediakan oleh Allah untuk manusia dalam berbagai bentuk agar manusia berpikir dan membuat penilaian. Oleh karena itu banyak fenomena alam yang dibahas oleh Al-Qur‘an dan diakhiri dengan kalimat pertanyaan: tidakkah kamu berpikir, tidakkah kamu mendengar. Pertanyaan-pertanyaan itu mendudukkan kita pada satu pandangan yang konkrit betapa semua fenomena alam adalah di bawah milik dan aturan Allah swt.

Dalil-dalil:

Naqli [QS. Al-An'am (6): 19]
Katakanlah, “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah, “Allah.” Dia menjadi saksi antara aku dan kamu. Dan Al-Qu’ran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). Apakah sesungguhnya kamu mengakui bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah?” Katakanlah, “Aku tidak mengakui.” Katakanlah, “Sesungguhnya dia adalah Tuhan yang Maha Esa dan Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan (dengan Allah).”

Aqli, [QS. Ali Imran (3): 190]
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Fitri, [QS. Al-A'raf (7): 172]
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan).”

Dapat Menghasilkan: peningkatan iman dan taqwa.

Apabila kita betul-betul mengenal Allah mentadaburi dalil-dalil yang dalam, hubungan kita dengan Allah menjadi lebih akrab. Apabila kita dekat dengan Allah, Allah lebih dekat lagi kepada kita. Setiap ayat Allah baik ayat qauliyah maupun kauniyah tetap akan menjadi bahan berpikir kepada kita dan penambah keimanan serta ketakwaan. Dari sini akan menghasilkan pribadi muslim yang merdeka, tenang, penuh keberkatan, dan kehidupan yang baik. Tentunya tempat abadi baginya adalah surga yang telah dijanjikan oleh Allah kepada hamba-hamba yang telah diridhaiNya.

Kemerdekaan [QS. Al-An'am (6): 82]
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan; dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ketenangan [QS. Al-Ra'du (13): 28]
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.

Barakah [QS. Al-A'raf (7): 96]
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

Kehidupan Yang Baik [QS. Al-Nahl (16): 97]
Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.

Surga [QS. Yunus (10): 25-26]
Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam). Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) kehinaan. Mereka itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.

Mardhotillah [QS. Al-Bayinah (98): 8]
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya

keep your smile,please...





Jumat, 17 Juli 2009